Sabtu, 18 Februari 2012

Masyarakat


Masyarakat
Manusia dan Masyarakat
Pemahaman dan Tafsir Al-Quran


Walaupun Al-Quran bukan kitab ilmiah --dalam pengertian umum-- namun Kitab Suci ini banyak sekali berbicara tentang masyarakat. Ini disebabkan karena fungsi utama Kitab Suci ini adalah mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif dalam masyarakat, atau dalam istilah Al-Quran: litukhrija an-nas minazh-zhulumati ilan nur (mengeluarkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya terang benderang). Dengan alasan yang sama, dapat dipahami mengapa Kitab Suci umat Islam ini memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan bangun runtuhnya suatu masyarakat. Bahkan tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Al-Quran merupakan buku pertama yang memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan.

Manusia adalah "makhluk sosial". Ayat kedua dari wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw, dapat dipahami sebagai salah satu ayat yang menjelaskan hal tersebut. Khalaqal insan min 'alaq bukan saja diartikan sebagai "menciptakan manusia dari segumpal darah" atau "sesuatu yang berdempet di dinding rahim", tetapi juga dapat dipahami sebagai "diciptakan dinding dalam keadaan selalu bergantung kepada pihak lain atau tidak dapat hidup sendiri." Ayat lain dalam konteks ini adalah surat Al-Hujurat ayat 13. Dalam ayat tersebut secara tegas dinyatakan bahwa manusia diciptakan terdiri dari lelaki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, menurut Al-Quran, manusia secara fitri adalah makhluk sosial dan hidup bermasyarakat merupakan satu keniscayaan bagi mereka.

Tingkat kecerdasan, kemampuan, dan status sosial manusia menurut Al-Quran berbeda-beda:

Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami yang membagi antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia ini. Dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa tingkat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain, dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (QS Al-Zukhruf [43]: 32).

Seperti terbaca di atas, perbedaan-perbedaan tersebut bertujuan agar mereka saling memanfaatkan (sebagian mereka dapat memperoleh manfaat dari sebagian yang lain) sehingga dengan demikian semua saling membutuhkan dan cenderung berhubungan dengan yang lain. Ayat ini, di samping menekankan kehidupan bersama, juga sekali lagi menekankan bahwa bermasyarakat adalah sesuatu yang lahir dari naluri alamiah masing-masing manusia.

CIRI KHAS SETIAP MASYARAKAT
Setiap masyarakat mempunyai ciri khas dan pandangan hidupnya. Mereka melangkah berdasarkan kesadaran tentang hal tersebut. Inilah yang melahirkan watak dan kepribadiannya yang khas. Dalam hal ini, Al-Quran menyatakan:

Demikianlah, Kami jadikan indah (di mata) setiap masyarakat perbuatan mereka (QS A1-An'am [6]: 108).

Suasana kemasyarakatan dengan sistem nilai yang dianutnya mempengaruhi sikap dan cara pandang masyarakat itu. Jika sistem nilai atau pandangan mereka terbatas pada "kini dan di sini" maka upaya dan ambisinya menjadi terbatas pada kini dan di sini pula. Allah menjanjikan masyarakat ini --bila memenuhi sunnatullah-- akan mencapai sukses, tetapi sukses yang terbatas pada "kini dan di sini" dan setelah itu, mereka akan jenuh, mandek, akibat rutinitas, kemudian menemui ajalnya.

Al-Quran menekankan kebersamaan anggota masyarakat seperti gagasan sejarah bersama, tujuan bersama, catatan perbuatan bersama, bahkan kebangkitan, dan kematian bersama. Dari sini lahir gagasan amar ma'ruf dan nahi munkar, serta konsep fardhu kifayah dalam arti semua anggota masyarakat memikul dosa bila sebagian mereka tidak melaksanakan kewajiban tertentu.

Meskipun Al-Quran menisbahkan watak, kepribadian, kesadaran, kehidupan dan kematian kepada masyarakat, namun Al-Quran tetap mengakui peranan individu, agar setiap orang bertanggung jawab atas diri dan masyarakatnya. Banyak sekali kisah-kisah Al-Quran yang menguraikan penampilan satu individu untuk membangun masyarakatnya atau menentang kebejatannya. Keberhasilan mereka pun berdasarkan satu hukum kemasyarakatan yang pasti.

HUKUM-HUKUM KEMASYARAKATAN
Al-Quran sarat dengan uraian tentang hukum-hukum yang mengatur lahir, tumbuh, dan runtuhnya suatu masyarakat. Sebagian di antaranya telah disinggung di atas. Hukum-hukum itu --dari segi kepastiannya-- tidak berbeda dengan hukum-hukum alam. Hukum-hukum itu dinamai oleh Al-Quran sunnatullah, dan berulang kali dinyatakannya:

Engkau tidak akan mendapatkan perubahan terhadap sunnatullah (QS Al-Ahzab [33]: 62).

Salah satu hukum kemasyarakatan yang amat populer --walaupun sering diterjemahkan dan dipahami secara keliru-- adalah firman Allah yang berbicara tentang hukum perubahan

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada (keadaan) satu kaum (masyarakat), sehingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri (sikap mental) mereka (QS Ar-Ra'd [13]: 11).

Dalam buku Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A., "Membumikan" Al-Quran, dikemukakan bahwa:

Ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama, perubahan masyarakat yang pelakunya adalah Allah, dan kedua perubahan keadaan diri manusia (sikap mental) yang pelakunya adalah manusia. Perubahan yang dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum masyarakat yang ditetapkan-Nya. Hukum-hukum tersebut tidak memilih kasih atau membedakan antara satu masyarakat/kelompok dengan masyarakat/kelompok lain ...

Ma bi anfusihim yang diterjemahkan dengan "apa yang terdapat dalam diri mereka", terdiri dari dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah (kehendak) manusia. Perpaduan keduanya menciptakan kekuatan pendorong guna melakukan sesuatu.

Ayat di atas berbicara tentang manusia dalam keutuhannya, dan dalam kedudukannya sebagai kelompok, bukan sebagai wujud individual. Dipahami demikian, karena pengganti nama pada kata anfusihim (diri-diri mereka) tertuju kepada qawm (kelompok/masyarakat). Ini berarti bahwa seseorang, betapapun hebatnya, tidak dapat melakukan perubahan, kecuali setelah ia mampu mengalirkan arus perubahan kepada sekian banyak orang, yang pada gilirannya menghasilkan gelombang, atau paling sedikit riak-riak perubahan dalam masyarakat.

Pentingnya keterkaitan antara pribadi dan masyarakat, serta besarnya perhatian Al-Quran terhadap lahirnya perubahan-perubahan positif, mengantar kepada berulangnya ayat-ayatnya yang menekankan tanggung jawab perorangan dan tanggung jawab kolektif.

Tidak ada satu makhluk (berakal) pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan gang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri (QS Maryam [19]: 93-95).

Ayat di atas adalah satu dari sekian ayat yang berbicara tentang tanggungjawab pribadi. Namun di samping itu, terdapat sekian ayat yang berbicara tentang tanggung jawab kolektif, seperti dalam surat Al-Jatsiyah (45): 28,

(Di hari kemudian) kamu akan melihat setiap umat/masyarakat bertekuk lutut, setiap masyarakat diajak untuk membaca kitab amalnya ...

Al-Quran juga menginformasikan bahwa setiap masyarakat mempunyai usia:

Setiap masyarakat mempunyai ajal (QS Al-A'raf [7]: 34).

Kedua ayat di atas tidak berbicara tentang ajal perorangan, tetapi ajal masyarakat. Lengah akan adanya usia atau ajal bagi setiap masyarakat, dapat mengantar kepada kekeliruan penafsiran.

Kehancuran satu masyarakat --atau dengan kata lain: kehadiran ajalnya-- tidak secara otomatis mengakibatkan kematian seluruh penduduknya, bahkan boleh jadi mereka semua secara individual tetap hidup. Namun, kekuasaan, pandangan, dan kebijaksanaan masyarakat berubah total, digantikan oleh kekuasaan, pandangan, dan kebijaksanaan yang berbeda dengan sebelumnya.

Demikianlah gambaran singkat tentang beberapa aspek dari sekian banyak aspek yang dikemukakan Al-Quran tentang masyarakat.


Referensi
  • Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
  • Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur'an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
  • Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
  • Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 Duniaku Duniamu
Designed by BlogThietKe Cooperated with Duy Pham
Released under Creative Commons 3.0 CC BY-NC 3.0
Posts RSSComments RSS
Back to top